Langsung ke konten utama

Bagian 4

Kami langsung berteman sejak pertama kali bertemu, kemudian ditakdirkan terdaftar di kelas yang sama dan menjadi sahabat yang saling melengkapi satu dengan yang lain.
Rima anaknya keren, cantik, pintar dan memiliki banyak akal. Dia selalu tahu bila aku dalam kondisi bete atau dalam kondisi senggol bacok, istilah Rima.
Dia selalu mengatakan bahwa wajah imutku ini ibarat buku yang terbuka. 
"Kebaca banget".
Dan itu juga jadi salah satu hiburan untuk menambah kadar beteku bila aku sedang kesal karena ada teman yang usil dan membuat suasana hatiku yang suram menjadi makin suram, dan dia bisa tertawa bahagia. 
"Dian, senyum dong. Mana senyum manis manjanya?" Rima mengering geli menatap wajahku lekat. Aku cemberut.
"Kok malah cemberut. Yang cemberut nanti ditemani..."
"Ditemani siapa?" semburku ditambah ketus level lima.
"Cieee..." Rima malah menggoda. Bikes banget. Aku diam.
"Ehem. Dian kok diam" Rima pura-pura memecahkan kesunyian di tengah riuhnya kelas di istirahat kedua.
"Dian," panggilnya. Aku diam menahan diri.
"Dian," panggilnya lagi. Aku konsisten tidak mau membahas apapun sekarang.
"Dian," Rima berbisik. Duh, bisa nggak dia nggak ganggu.
"Dian.... Woi.... Nyahut dong". 
" Rima ngapain deh. Bikin kaget. Kamu ini manggil atau pengumuman di toa. Noh lihat pada ngeliatin!"
"Biarin, siapa suruh tidak nyahut dipanggil dan tidak mau bilang apa yang bikin kamu bad mood setelah sholat tadi. Mestinya setelah sholat itu hati terasa tenteram. Bukan bete!"
Nih orang kayaknya aja lagi tunggu orang curhat, tapi malah ceramah. Tapi lebih baik dia ceramah daripada dia mengorek masalahku sekarang. Aku belum siap.
"Maaf ustadzah, tadi kurang khusyu sholatnya. Habis kamunya enggak sholat," aku mencoba menggunakan keahlianku dalam mengalihkan fokus Rima yang sering kali berhasil, sampai pada waktunya tiba aku ceritakan masalah yang sebenarnya. Tapi tidak sekarang. Tidak di sekolah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Pertemuan Ke-8

RESUME PELATIHAN BELAJAR MENULIS PGRI Pertemuan                 : ke-8 Gelombang                : 20 Hari, tanggal              : Rabu, 28 Juli 2021 Waktu                         : 19.00 s.d. selesai Moderator                  : Mr. Bams Nara sumber             : Thamrin Dahlan,SKM, M.Si. Tema                           : Buku Mahkota Penulis, Buku Muara Tulisan   Bismillahirrahmanirrahim, Tema pelatihan menulis hari Rabu malam ini meminta perhatian lebih karena ingin memahami makna di dalamnya. Buku Mahkota Penulis, Buku Muara Tulisan. Baiklah, akan lebih bermakna mengikuti slide demi slide yang dihantarkan tema kali ini.   Melihat langit malam tak berbintang Tidak, itu tidak melahirkan sedih di hati Meskipun jarak antara kita terbentang Tidakkah kita satu dalam perjumpaan ini?     Tidak seperti biasa, hari ini merupakan hari yang special karena peserta berkesempatan untuk dapat mempelajari materi dulu sebelum pelatihan menulis pertemuan ke-8 dimulai. Sesu

Resume Pertemuan ke-28

  Gelombang   : 20 Hari, tanggal : Senin, 13 September 2021 Waktu          : 19.00 s.d. selesai Moderator    : Ms. Phia Narasumber : Mudafiatun Isriyah Tema           : Pengalaman Menang Penghargaan Buku dari Perpusnas   Kebersamaan dalam Kelas Belajar menulis membuat kekuatan dalam mengeluarkan gagasan dari pikiran menjadi tulisan. Didukung dengan semangat yang senantiasa dikumandangkan oleh OmJay “Menulis setiap hari dan lihat apa yang terjadi. Dapat kita lihat dari pergerakan anggota grup yang mengirim resume melalui link blognya masing-masing setelah kelas menulis berakhir. Semangat untuk menjadi yang pertama pun menggelora, yang ditunjukkan dengan jumlah link yang dikirim secara bersamaan. Asal mula terbentuknya Grup F1. Di samping itu, beberapa anggota sudah menunjukan konsistensinya dalam menulis. Menikmati bacaan yang beragam, menambah wawasan dan motivasi. Hari ini akan mengungkap pengalaman pemenang penghargaan buku dari Puspesnas. Selepas Maghrib flyer pun hadir mengin

Tempe Goreng

Jam di dinding sudah menunjukkan jam 1 siang, di dapur tampak Mama dan Tiwi sibuk menyiapkan makan siang spesial buat keluarga Om Rafly yang baru tiba di Indonesia kemarin. Di luar terdengar celoteh dan gelak para bocil terdengar. Anak-anak memang kuat, Rio dan Dimas tak lelah berkejaran dengan Salwa dan Andre. Sementara itu, Kakek dan Nenek berbincang dengan Om Rafly dan Tante Rina. Om Rafly kangen tempe, katanya. Selalu begitu, sehingga tanpa diminta pun tempe goreng menjadi bagian dari menu yang disiapkan untuk makan siang hari ini. Om bilang. Pernah juga sih beberapa kali membeli tempe di sana. Tetapi, rasanya akan berbeda bila dinikmati bersama keluarga di tanah air. Tiwi teringat sepenggal kisah tentang Khoirul Azzam terdapat dalam buku “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman. Ketika Azzam bercakap-cakap dengan Pak Ali. “Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jala