Langsung ke konten utama

Botram di Sawah

Pak Madi mengusap peluh yang mengalir di dahi dengan tangannya. Kemudian menoleh ke arah jam 4, istrinya baru saja datang. Pak Madi tersenyum. Kembali mengayunkan cangkul dengan kecepatan yang sama seperti sebelum melihat kedatangan istrinya.

 Bu Madi menghampiri, “Pak, mau makan sekarang? Biar ibu siapkan, dan sekalian mau  panggil Ujang dan Nanda?”

Pak Madi menoleh dan tersenyum, “ Bentar lagi aja, Bu. Tanggung. Biar sampai ke ujung sana”, sahut Pak Madi sambil menunjuk tempat yang dimaksud. Pak Madi meletakan cangkul, meregangkan tangannya dan bersenam sebentar.

“Kalau Bapak lelah, Bapak istirahat dulu, atau mau minum dulu?” saran Bu Madi.

“Nggak perlu, Bu. Barusan minum, tuh cangkirnya juga masih di  galengan itu”.

“Ujang! Nanda! Kalian bereskan petak itu dulu ya. Habis itu kita makan. Tenaga masih ada kan?” Perintah Pak Madi sekaligus menanyakan kekuatan pasukannya.

“Siap. Sedikit lagi Pak.” Ujang menjawab.

“Iya Pak. Siap. Sip. Kita siap nikmati paket liwet istimewa made in Bu Madi. Pasti enak, t-o-p deh. Hehehe”, Nanda memuji masakan Bu Madi

“Lagu lama kamu, Nanda. Maneh mah nanaon oge beuki. Ibu juga tahu. Nggak usah sok muji” Bu Madi pura-pura menggerutu.

“Iya Bu bener. Manehna mah RW 06, alias REWOG. Hahaha,” Ujang tertawa gembira.

Sarua”, balas Nanda.

“Udah-udah. Moal beres-beres gawena mun ngobrol bae. Ibu ke kebun sebelah dulu mau petik kacang panjang buat tambahan lalapan”. Bu Madi pun berlalu dan membalikan badannya. Tersenyum melihat Ujang dan Nanda masih ribut sambil mencangkul”.

Sekarang sudah mulai terik. Bu Madi segera memetik kacang panjang, dan membersihkan di pancuran dekat dangau.

Menyajikan aneka makanan yang dibawanya dari rumah seperti gambar.



·         Galengan (pematang sawah)
·         Maneh mah nanaon oge beuki (Kamu itu semua suka)
·         Rewog  (gembul, banyak makannya)
·         Sarua  (sama)
·         Moal beres-beres mun ngobrol bae (pekerjaan tidak akan selesai kalau ngobrol terus) 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Revisi Karya Penulis

BERSAMA PENULIS PUISI DAN CERPEN SMA NEGERI 4 SUKABUMI (Belajar merevisi karya)   Pada hari Kamis dan Jumat tanggal 30 September dan 1 Oktober 2021 50 penulis puisi dan 50 penulis cerpen SMAN 4 Sukabumi berkumpul untuk membaca kembali karya yang dibuat oleh penulis yang bersangkutan. Kegiatan dibagi menjadi 5 sesi agar tidak melanggar protokol kesehatan yang berlaku. Beberapa penulis tidak hadir karena memiliki alasan. Bagi yang tidak dapat hadir penulis berkomunikasi dengan pembimbing melalui WA. Temuan-temuan dalam kegiatan ini adalah 1.       Typo kata, diperbaiki oleh penulis yang bersangkutan. 2.       Merapikan karya, dilakukan oleh penulis yang bersangkutan dengan bimbingan. 3.       Melengkapi biodata bagi penulis yang belum mencantumkan biodatanya. Semoga kegiatan ini menjadi jalan bagi mereka dalam berkarya serta memberikan pengalaman yang berharga bagi mereka. Sukabumi, 1 Oktober 2021 Dwi Pratiwi

Resume Pertemuan Ke-18

Pertemuan                 : ke-18 Gelombang                 : 20 Hari, tanggal              : Jumat, 20 Agustus 2021 Waktu                         : 19.00 s.d. selesai Moderator                 : Bu Kanjeng Nara sumber              : Yulius Roma Patandean, S.Pd. Tema                          : Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis   “Wa alaikum salam. Ya, Halo. Siap,” singkat saja kujawab deringan telepon dari teman yang sangat konsisten bertanya tentang materi yang kudapat dalam pelatihan. Hari ini Jumat, tanggal 20 Agustus 2021 merupakan pertemuan ke-18 Pelatihan Menulis PGRI untuk Gelombang 19 dan 20. Aku tergabung di gelombang 20 yang diisi oleh pejuang pencari ilmu dan celah untuk dapat menerbitkan buku yang kelak akan meramaikan literasi di tanah air.  Narasumber hari ini adalah Bapak Yulius Roma Patandean, S.Pd. yang akan didampingi Bu Kanjeng sebagai moderator. Kubuka saluran informasi kegiatan dan Bu Kanjeng sudah menyapa, ” Assalamualaikum  wr wb. Salam sejahtera  Bapak Ibu

Tempe Goreng

Jam di dinding sudah menunjukkan jam 1 siang, di dapur tampak Mama dan Tiwi sibuk menyiapkan makan siang spesial buat keluarga Om Rafly yang baru tiba di Indonesia kemarin. Di luar terdengar celoteh dan gelak para bocil terdengar. Anak-anak memang kuat, Rio dan Dimas tak lelah berkejaran dengan Salwa dan Andre. Sementara itu, Kakek dan Nenek berbincang dengan Om Rafly dan Tante Rina. Om Rafly kangen tempe, katanya. Selalu begitu, sehingga tanpa diminta pun tempe goreng menjadi bagian dari menu yang disiapkan untuk makan siang hari ini. Om bilang. Pernah juga sih beberapa kali membeli tempe di sana. Tetapi, rasanya akan berbeda bila dinikmati bersama keluarga di tanah air. Tiwi teringat sepenggal kisah tentang Khoirul Azzam terdapat dalam buku “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman. Ketika Azzam bercakap-cakap dengan Pak Ali. “Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jala