Langsung ke konten utama

Resume Pertemuan Ke-26


Pertemuan     : Ke-26
Gelombang     : 20
Hari, tanggal  : Rabu, 8 September 2021
Waktu             : 19.00 s.d. selesai
Moderator     : Maesaroh
Narasumber  : Dr. Ngainun Naim
Tema              : Menulis itu Mudah

 

Gebyar Pekan Literasi Sekolah tahun 202 menghadirkan Dr. Ngainun Naim. Hari yang istimewa, Tiwi dan Riana berkesempatan berbincang dengan beliau di sela-sela acara didampingi Bu Maesaroh.

“Sudah banyak buku Bapak yang diterbitkan, salah satunya adalah Menulis itu Mudah. Apa betul menulis itu mudah?” Bu Mae bertanya setelah beberapa saat melihat buku-buku karya Pak Naim. “Bukankah selama ini menulis itu sulit?”

Pak Ngainun Naim menjawab agar membangun mindset bahwa menulis itu mudah dengan membuat penegasan-penegasan dalam, hati, dalam pikiran dan juga dapat ditulis yang menekankan bahwa menuliss itu mudah. Itu kunci yang pertama.

Kunci yang kedua adalah tekad yang kuat. Harus bersemangat dan jangan mudah menyerah. Dengan tekat yang kuat masalah dihadapi dan dapat diatasi.

Kunci yang ketiga adalah menulis yang diketahui. Kunci yang keempat adalah banyak membaca. Membaca itu seperti menabung yang akan dikeluarkan secara otomatis saat menulis. Orang yang rajin membaca tetapi tidak menulis itu ibarat pohon tumbuh subur tapi tidak berbuah. Orang yang rajin menulis tapi tidak membaca tidak akan bertahan lama karena tidak ada yang bisa ditulis.

Kunci yang kelima adalah jam terbang. Semakin sering menulis, semakin mudah. Kalau sekarang masih sulit menulis, artinya jam terbangnya perlu ditingkatkan dengan praktik menulis.

“Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Kuntowijoyo ketika ditanya tentang cara menulis. Beliau menjawab dengan 6 M: Membaca, menulis, menulis, membaca, menulis, dan menulis.”

Selain dari kunci-kunci di atas kita harus bersyukur bahwa kita dapat menulis, karene tidak setiap orang mau dan mampu menulis. Menulis  merupakan wujud aktualisasi dari rasa syukur kita kepada Allah

Kunci yang keenam adalah sabar menjalani proses menulis. Saya teringat mutiara dari pesantren dulu: Seribu langkah itu dimulai dari langkah pertamaJadi menulis itu sepanjang kita jalani dengan sabar maka akan berhasil. Satu demi satu langkah kita jalani dengan sabar, insyaallah mudah

Omma Babys bertanya, ”Mengapa ketika memulai menulis itu susah? Apakah karena kurang minat atau kurang membaca? Terima kasih Bapak.”

Pak Ngainun menjawab, “Terima kasih Omma Babys. Memang memulai segala sesuatu tidak mudah. Tidak hanya menulis. Semua hal juga sulit kok. Belajar naik sepeda kan juga sulit. Kuncinya ya tekad. Tekad harus kuat, lalu iringi dengan rajin membaca. Beberapa kunci yang saya sampaikan tadi jika dipraktikkan akan memudahkan proses menulis.”

Bu Mae bercerita bahwa beliau pernah diberi hadiah buku oleh Pak Ngainun tentang 40 jurus untuk untuk menaklukan diri dalam menulis. Bukunya sangat recommended buat pemula,  apalagi yang memiliki kesibukan. Pak ngainun pun menekankan tentang menulis hal-hal sederhana saja agar mudah dipahami. menulis setiap hari walau tidak selalu dipublikasikan.

Bu Mae pun mengajukan pertanyaan, “Kira2 tips apa yang dibutuhkan untuk menghindari rasa malas dalam menulis?”

“Memang spirit menulis pada setiap orang itu tidak tetap, fluktuatif. Naik turun. Kalau sedang semangat bisa menulis berjam-jam dan menulis berhalaman-halaman. Kalau sedang tidak semangat, dalam sebulan tidak menghasilkan selembar pun tulisan. BIla begini masalahnya harus ada usaha motivatif.” Pak Ngainun menjelaskan.

Kemudian, Pak Ngainun melanjutkan, “Motivasi menulis itu ada dua, yaitu motivasi dari luar atau motivasi eksternal dan motivasi dari dalam atau motivasi internal. Motivasi eksternal itu biasanya efektif tetapi hanya sesaat. Misalnya mahasiswa yang menulis skripsi menjelang deadline. Mereka bisa bekerja keras siang malam. Ide datang dengan mengalir lancar. Ada tekanan eksternal luar biasa sehingga pekerjaan menulis bisa diselesaikan. Motivasi internal yang datang dari diri sendiri jauh lebih kuat dan kokoh.”

 Pak Ali Mustofa tidak mau ketinggalan bertanya, “Bagaimana cara pengendaliam diri agar bisa selalu konsisten pada jadwal diri agar terjaga komitmen beristiqomah dalam membaca dan menulis?”

Pak Ngainun menjawab bahwa setiap orang sesungguhnya mengetahui secara baik kondisi diri dan kebiasaan diri masing-masing. Ada orang yang bisa membaca dan menulis pagi hari saat kondisi fisik masih segar. Bagi yang sadar akan hal ini maka lakukan. Jika belum terbiasa, paksa. Semua kebiasaan diawali dari paksaan. Nanti lama-lama akan terbiasa dengan sendirinya. Ada yang bisa membaca dan menulis malam hari menjelang tidur. Lakukan. Awalnya dipaksa. Bangun tekad. Bangun komitmen. Nanti lama-lama akan terbangun kebiasaan sehingga tidak perlu untuk dipaksa.

Kemudian Tiwi bertanya tentang kekhawatiran plagiasi dalam menulis dan cara agar menulis lebih lancar. Untuk petanyaan ini beliau menjawab,”Ketika menulis itu lepaskan diri dari referensi dulu. Jangan lihat buku. Nulis saja secara bebas. Tulisan ilmiah sekalipun. Saya kalau membuat artikel jurnal, termasuk artikel jurnal internasional, itu ya nulis saja secara bebas dulu. Setelah selesai baru saya edit dan masukkan referensi. Cara semacam ini terbukti ampuh meminimalkan plagiasi. Agar lancar menulis tidak ada kunci lain selain praktik dan terus praktik. Menulis itu dunia praktik. Semakin sering praktik akan semakin mudah dan lancar. Jika masih saja sulit, coba evaluasi sudah berapa halaman sih yang dihasilkan. Jika sudah banyak, Insyaallah akan lancar dengan sendirinya.

Pertanyaan dari Bu Endang tentang cara menyampaikan kepada siswa agar mereka menyukai menulis untuk tingkat SD dan SMP beliau menjawab bahwa anak-anak memiliki dunia yang berbeda dengan kita sebagai orang tua.

Ada beberapa kiat dari beberapa pengalaman mendampingi Bapak dan Ibu guru SD dalam menumbuhkan minat membaca dan menulis para siswanya, yaitu pertama-tama tentu harus diajak menulis dengan riang gembira. Jangan ada paksaan. Setelah itu perlu apresiasi kepada karya siswa. Karya tulis siswa bisa dicetak menjadi buku. Bisa secara sederhana, bisa secara professional. Proses semacam ini ternyata dampaknya luar biasa. Siswa suka. Orang tua bangga.

Menjawab pertanyaan Pak Dail, Beliau menjawab, ”Dalam dunia keilmuan ada wilayah wacana yang didukung oleh paradigma keimuan. Saya menulis itu bukan untuk melawan arus. Sama sekali bukan. Saya menulis itu untuk meneliti. Saya bukan pendukung pluralisme dan seterusnya, tetapi saya mengkaji pluralisme.

Kalimat penutup pertemuan ini adalah 
“Mari menulis. Ladang ibadah yang jarang dipilih. Niatkan sebagai ibadah”


Sukabumi, 8 September 2021

Dwi Pratiwi


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Revisi Karya Penulis

BERSAMA PENULIS PUISI DAN CERPEN SMA NEGERI 4 SUKABUMI (Belajar merevisi karya)   Pada hari Kamis dan Jumat tanggal 30 September dan 1 Oktober 2021 50 penulis puisi dan 50 penulis cerpen SMAN 4 Sukabumi berkumpul untuk membaca kembali karya yang dibuat oleh penulis yang bersangkutan. Kegiatan dibagi menjadi 5 sesi agar tidak melanggar protokol kesehatan yang berlaku. Beberapa penulis tidak hadir karena memiliki alasan. Bagi yang tidak dapat hadir penulis berkomunikasi dengan pembimbing melalui WA. Temuan-temuan dalam kegiatan ini adalah 1.       Typo kata, diperbaiki oleh penulis yang bersangkutan. 2.       Merapikan karya, dilakukan oleh penulis yang bersangkutan dengan bimbingan. 3.       Melengkapi biodata bagi penulis yang belum mencantumkan biodatanya. Semoga kegiatan ini menjadi jalan bagi mereka dalam berkarya serta memberikan pengalaman yang berharga bagi mereka. Sukabumi, 1 Oktober 2021 Dwi Pratiwi

Resume Pertemuan Ke-18

Pertemuan                 : ke-18 Gelombang                 : 20 Hari, tanggal              : Jumat, 20 Agustus 2021 Waktu                         : 19.00 s.d. selesai Moderator                 : Bu Kanjeng Nara sumber              : Yulius Roma Patandean, S.Pd. Tema                          : Langkah Menyusun Buku Secara Sistematis   “Wa alaikum salam. Ya, Halo. Siap,” singkat saja kujawab deringan telepon dari teman yang sangat konsisten bertanya tentang materi yang kudapat dalam pelatihan. Hari ini Jumat, tanggal 20 Agustus 2021 merupakan pertemuan ke-18 Pelatihan Menulis PGRI untuk Gelombang 19 dan 20. Aku tergabung di gelombang 20 yang diisi oleh pejuang pencari ilmu dan celah untuk dapat menerbitkan buku yang kelak akan meramaikan literasi di tanah air.  Narasumber hari ini adalah Bapak Yulius Roma Patandean, S.Pd. yang akan didampingi Bu Kanjeng sebagai moderator. Kubuka saluran informasi kegiatan dan Bu Kanjeng sudah menyapa, ” Assalamualaikum  wr wb. Salam sejahtera  Bapak Ibu

Tempe Goreng

Jam di dinding sudah menunjukkan jam 1 siang, di dapur tampak Mama dan Tiwi sibuk menyiapkan makan siang spesial buat keluarga Om Rafly yang baru tiba di Indonesia kemarin. Di luar terdengar celoteh dan gelak para bocil terdengar. Anak-anak memang kuat, Rio dan Dimas tak lelah berkejaran dengan Salwa dan Andre. Sementara itu, Kakek dan Nenek berbincang dengan Om Rafly dan Tante Rina. Om Rafly kangen tempe, katanya. Selalu begitu, sehingga tanpa diminta pun tempe goreng menjadi bagian dari menu yang disiapkan untuk makan siang hari ini. Om bilang. Pernah juga sih beberapa kali membeli tempe di sana. Tetapi, rasanya akan berbeda bila dinikmati bersama keluarga di tanah air. Tiwi teringat sepenggal kisah tentang Khoirul Azzam terdapat dalam buku “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburrahman. Ketika Azzam bercakap-cakap dengan Pak Ali. “Ayah saya wafat saat saya baru satu tahun kuliah di Mesir. Saya punya tiga adik. Semuanya perempuan. Saya tidak ingin pulang dan putus kuliah di tengah jala